Admin
Posted on 3 years ago 1060x dibacaTema digitalisasi mengubah segala aspek kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak terkecuali kegiatan permodalan. Di zaman teknologi seperti saat ini semua hal memang terasa serba mudah. Dalam hal permodalan, jika dulu masyarakat Indonesia sangat sulit mendapatkan pinjaman, maka kini untuk mendapatkan pinjaman uang begitu mudah. Salah satu yang memudahkan ialah adanya platform penyedia jasa pinjaman secara digital atau biasa disebut pinjaman online (pinjol).
Dua tahun terakhir, banyak orang yang membicarakan fintech (financial technology). Terlebih tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan paling tidak 75 persen dari populasi orang dewasa di Indonesia bisa mengakses layanan institusi finansial dan masyarakat pun semakin beramai-ramai memanfaatkan jasa fintech untuk mencapai tujuan finansialnya.
Namun hal ini disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan praktik pinjaman online yang ilegal tanpa adanya izin dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Maraknya praktik pinjaman online (pinjol) ilegal ini disebabkan oleh lemahnya regulasi baik dari sistem pengawasan hingga penegakkan hukum terhadap perusahaan yang curang. Di sisi lain, praktik ini juga disebabkan oleh kondisi ekonomi yang sulit akibat pandemi covid-19 dan perilaku masyarakat digital yang konsumtif.
Kemudahan transaksi yang dilakukan dalam pinjaman online memberikan ketertarikan tersendiri bagi masyarakat atau calon nasabahnya. Sehingga karena desakan ekonomi dan kebutuhan masyarakat dapat dengan mudah tertarik untuk meminjam dana di pinjaman online tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi dikemudian hari.
Berbeda dengan layanan pinjaman konvensional yang ditawarkan oleh bank atau koperasi yang cukup rumit dalam pengajuannya, penawaran produk pinjaman online ini dapat diajukan dengan sangat mudah dan tanpa persyaratan yang rumit. Cukup dengan menunjukkan dokumen pribadi seperti KTP, KK, NPWP, dan slip gaji, siapa saja dapat menjadi pengguna pinjaman online untuk mengatasi berbagai permasalahan keuangan. Bahkan waktu pengajuan hingga dana sampai ke tangan nasabah pun hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 24 jam.
Sayangnya, dibalik kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkannya, tak sedikit orang yang memanfaatkan produk pinjaman online ini dengan tidak bijak. Padahal jika dibandingkan dengan pinjaman konvensional, tingkat suku bunga pinjaman online cenderung lebih tinggi dan memiliki tenor yang cukup ringkas. Selain itu biaya administrasi pada pinjaman online juga tidak transaparan, alhasil nasabah beresiko membayar hutang lebih besar dari kesepakatan awal serta membayar denda keterlambatan dan denda lainnya yang tidak masuk akal.
Kelemahan lain yang ada pada platform pinjaman online ialah platform ini dapat mengambil data nasabah yang ada di ponsel, tidak hanya identitas diri, namun juga nomor kontak yang ada pada ponsel nasabah. Sehingga ketika nasabah membayar hutang lewat dari jatuh tempo, maka tidak hanya nasabah itu sendiri yang di tagih, tetapi juga data kontak yang diambil dari ponsel nasabah. Pencemaran nama baik hingga teror dan ancaman pembunuhan bisa saja dialami nasabah saat penagihan pembayaran hutang.
Di Indonesia, kasus pinjaman online ilegal belakangan ini marak terjadi. Seperti beberapa bulan silam, di Semarang seorang guru honorer yang terjerat hutang di puluhan aplikasi pinjaman online hingga ratusan juta rupiah. Padahal awalnya hanya meminjam RP. 3,7 juta, namun jika ditotal, pembayarannya justru membengkak hingga Rp. 206,3 juta. Selain itu banyak juga korban yang depresi hingga nekat bunuh diri karena terjerat pinjaman online dan terus menerus mendapatkan teror dari debt collector ketika tidak membayar hutang.
Hingga saat ini Polri sudah mengungkap 13 kasus pinjaman online ilegal dengan 57 tersangka. Namun tentunya masih banyak kasus-kasus pinjaman online lain yang belum terungkap. Sehingga masyarakat diharapkan untuk bijak dan berhati-hati ketika akan meminjam dana melalui pinjaman online.
Sebagai masyarakat yang bijak, ketika kita akan meminjam uang melalui platform online kita harus mampu menelisik apakah pinjaman online itu legal atau ilegal. Ada beberapa cara untuk mengecek penyelenggara fintech itu terdaftar atau tidak di OJK. Yang pertama dengan mengunjungi laman website OJK di www.ojk.go.id atau klik tautan bit.ly/daftarfintechlendingOJK untuk melihat daftar Fintech lending yang terdaftar dan berizin OJK. Kedua, melalui aplikasi Whatsapp dengan mengirim pesan nama pinjol yang ingin dicek ke nomor WhatsApp OJK yaitu 081157157157. Ketiga, melalui kontak OJK di nomor telepon 157. Dan yang terakhir bisa melalui e-mail resmi OJK di konsumen@ojk.go.id. Hingga tanggal 10 Juni 2021, total terdapat 125 pinjol yang sudah terdaftar di OJK. Dengan ini diharapkan dapat meminimalisir jumlah korban pinjol ilegal.
Tujuan sebenarnya adanya fintech sendiri yaitu untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan dan menyederhanakan proses transaksi dengan penggunaan teknologi. Sisi positif adanya fintech adalah kemudahan dalam menjangkau masyarakat yang membutuhkan layanan finansial sehingga dapat membantu permodalan khususnya untuk menggerakkan UMKM. Dengan tergeraknya perekonomian dari tingkatan terbawah atau UMKM ini diharapkan mampu membawa Indonesia menjadi negara dengan Ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada tahun 2030.
Jadi, dengan adanya fintech atau pinjaman online ini, mari sama-sama manfaatkan modal yang disediakan sebagai salah satu sarana penggerak ekonomi yang produktif. Dengan tetap bijak dan berfikir rasional sesuai dengan kebutuhan serta tidak abai untuk memenuhi kewajiban pembayaran sesuai waktu yang ditetapkan agar kita terhindar dari stress akibat teror dari debt collector. Sehingga kita tetap bisa menjalankan roda ekonomi tanpa takut terjerat hutang yang tak masuk akal.
(Penulis adalah Isma Ariani, Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Peradaban)