Silahkan masukan running text disini | Berita berjalan terbaru | informasi mengenai website call 085741167889

Jebakkan Utang Haram Dan Ketergantungan

Admin

Posted on 3 years ago 939x dibaca

Suroto*

Disadari atau tidak, kita selama ini sebagai bangsa telah lama larut dalam mimpi. Mimpi yang selalu terus didengungkan, bahwa ekonomi kita akan terus bertumbuh penuh optimisme hingga dua digit. 

Mimpinya, kalau ekonomi tumbuh dua digit maka kita akan segera dapat menyerap pengangguran dan mengentaskan kemiskinan.

Kita akan segera mampu menciptakan sumber dana cadangan untuk pembangunan.  Begitulah isi dongeng sebelum tidur itu.   

Calon Presiden Jokowi ataupun rivalnya Prabowo, dua duanya waktu itu juga meneruskan mimpi yang sama di kala kampanye. 

Ekonomi kita akan segera tumbuh tinggi kalau mereka terpilih. Ekonomi akan tumbuh melejit hingga dua digit. 

Kenapa saya katakan bahwa semua itu hanya mimpi?. Sebab kita memang sedang dijebak dalam mimpi pertumbuhan ekonomi yang konstan di bawah dan pintu masuknya pertama tama adalah utang. 

Mari kita hitung dan bongkar konstelasi rekayasa jebakkan tersebut. 

Hampir setengah abad lamanya kita membangun, semenjak Orde Baru hingga saat ini. Ekonomi kita tumbuh rata rata hanya 5 persen.

Hanya pernah satu kali, alami pertumbuhan ekonomi 9,8 persen di masa Orde Baru dan selebihnya ekonomi kita bergerak di kisaran 5-7 persen. Tapi beberapa tahun juga mengalami angka di bawah lima persen dan pernah minus ketika krisis 1998. Direrata hanya 5 persen. 

Ekonomi kita sesunguhnya sedang dijebak oleh negara negara maju. Ini terbongkar skenarionya adalah ketika tahun 1980 an,  Profesor Jan Timbergen, pakar ekonomi ini mengusulkan proposal penghapusan hutang negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia.  

Timbergen mengusulkan, andaikan dialokasikan 0,7 persen saja dari total Produk Domestik Bruto ( PDB ) dari negara maju, maka secara berangsur dalam waktu singkat sudah bisa hapuskan utang negara miskin dan berkembang sehingga mereka dapat segera ciptakan cadangan untuk membangun ekonominya secara mandiri.  

Usulan Timbergen tersebut disambut baik negara miskin dan berkembang, namun ditolak oleh negara maju. Sebabnya sederhana, utang itu sekecil apapun sangat penting bagi negara maju untuk menguasai terus negara-negara miskin dan berkembang. Utang adalah pintu masuknya!. 

Utang kita saat ini sudah hampir 6000 trilyun. Tiga kali APBN kita. Dan maaf, jangan bandingkan dengan utang negara maju ya. Mereka mata uangnya laku. Kita punya rupiah tidak seperti itu ferguso! 

Utang dari negara maju itu selalu datang dibarengi dengan komitmen. Bukan komitmen untuk membayar, tapi komitmen untuk ikut mengarahkannya. Semacam utang haram karena motifnya adalah untuk menjebak. 

Utang haram itu diarahkan untuk membangun infrastruktur fisik. Bukan infrastruktur sosial rakyat.  Tujuanya adalah untuk dijadikan sebagai faktor pendukung ( endorcement) bagi kepentingan Investasi Asing ( Foriegn Dirrect Invesment) mereka. Dibangunlah apa saja demi perlancar mereka merangsek masuk ke pelosok   pedalaman di ujung republik ini. 

Investor asing tersebut ketika ingin masukkan investasi butuh fasilitas infrastruktur fisik selain fasilitas lainya seperti insentif pajak, jaminan keamanan dan lain lain. Termasuk UU yang pro kepentingan mereka. 

Jebakkan selanjutnya masuk. Ekonomi tumbuh kalau Investasi asing atau FDI itu terutama masuk merangsek ke sektor komoditi ekstraktif eksportasi, tambang dan perkebunan monokultur macam Sawit.   

Harga harga dari produk komoditi itu dikendalikan oleh segelintir mafia kartel Internasional. Sebut misalya batu bara dan sawit. Rakyat gak ada untungnya kecuali terima kerusakan alam, bencana, kemiskinan, bengek, dan pengundulan hutan tercepat di dunia. Harga pangan naik secara relatif dan tapi komoditi ini turun secara relatif. Gitu itunganya kek dirumus saja. 

Ujung dari jebakkan itu adalah sebetulnya ada di konsumsi. Jadi agar apa yang kita makan itu bergantung pada mereka. Gak usah jauh jauh. Sebut Kedelai bahan tempe. Sekarang ini tempe jadi mahal karena kita bergantung pada Amerika. Begitu suplai macet jadilah pemicu inflasi. Pemerintah jadi mudah dikendalikan. 

Tanah rakyat terserobot dan bahkan riset dari teman saya buktikan ada izin tambang dan perkebunan satu wilayah itu lebih luas dari wilayah tersebut. Konflik warga dan perkebunan terjadi dimana mana. Ugal ugalan bener deh..... 

Petani kita 74 persen gurem alias hanya buruh tani. Rata rata kepemilikan lahan hanya 0.33 ha dan ini tidak cukup untuk hidupi keluarganya. 

 

Bung Hatta katakan, jangan ekonomi pangkal, yaitu pangan dan energi dijadikan ujung dan ekonomi ujung, yaitu komoditi ekstraktif atau tambang itu yang jadi pangkal. 

Tapi peringatan itu kita langgar dan gak ada gejala perubahan apapun ke arah perbaikan. Kita masuk dalam bayang bayang defisit neraca perdagangan alias yang kita import lebih banyak dari yang kita eksport. Tahun 2018 adalah angka terburuk sejak tiga dekade terakhir. Angkanya 8.57 Milyar dolar amerika. 

Tambah parah lagi karena importasi ini dipercepat dengan dengan bisnis platform yang di pasar e-commerce hingga 90 persen. Sudahlah gitu platformnya dikuasai asing dan produknya punya mereka pula. 

Jadi lengkap sudah derita ini, hidup sehari hari ibarat jualan di pasar rugi, untuk hidup sehari hari gali lobang tutup lobang, gali lagi. Kek lagunya Bang Rhoma percis!

Sukarno katakan, hati hati  dengan yang kamu makan karena apa yang kamu makan itu tentukan seberapa daulat kamu. 

Kamu, iya kamu, sebagai generasì penerus bangsa ini mau apa? Mau jadi bayang bayang terus bangsa lain? ampun dech!  Betul kata Bung Hatta, lebih baik tenggelamkan saja bangsa ini ke dasar lautan kalau hanya jadi bayang bayang bangsa lain. 

Jakarta, 19 Januari 2021

 

*CEO National Federation of People-based Enterprises Co-Operrative Association