Silahkan masukan running text disini | Berita berjalan terbaru | informasi mengenai website call 085741167889

Kisah Nyata : Sembuh & Bangkit dari Covid 19 Part:1

Admin

Posted on 4 years ago 1574x dibaca

Oleh : Rizqiyatul Amalia

BISMILLAHIRROHMANIRROKHIM

Assalamu”alaikum Wr. Wb

Peran dan kesadaran semua masyarakat tentang protokol kesehatan dalam penanganan bencana alam covid-19 ini harus terus disosialisasikan dan dilaksanakan. Kisah cerita singkat ini Saya sajikan agar menjadi bahan bahwa Covid-19/virus corona itu bukan sebuah aib, perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar tidak ada stigma negatif terhadap keluarga yang positif Covid-19, sehingga masyarakat tidak usah merasa khawatir jika akan melapor tentang gejala yang mengarah pada Covid-19 ke fasilitas kesehatan.

Menurut Saya dan sebagian orang yang pernah merasakan dirinya positif Covid-19, Kami butuh perhatian lebih, dukungan, dan motivasi dalam bentuk apapun yang membuat hati bahagia dan tersenyum. Kecemasan sebelum dan sesudah mengetahui positif itu lebih cemas dirasakan setelah mengetahui positif, hatinya sangat sensitif. Mohon maaf apabila tulisan Saya ini menyinggung orang lain, yang pasti Saya bermaksud jujur kepada khalayak banyak bahwa Covid-19 itu ada dan patut Kita waspadai.

Sudah banyak pula pasien-pasien Covid-19 yang dapat menceritakan pengalaman-pengalamannya saat isoman (isolasi mandiri). Saya pribadi mengapresiasi keberanian para pasien positif Covid-19 yang mau berbagi pengalamannya untuk menceritakan, karena Covid-19 adalah virus bukan bakteri dan harus kita waspadai, sekali lagi ini bukan aib dan tak perlu ditutup-tutupi.

Catatan penting juga dari goresan ini adalah, bahwa virus ini adalah nyata bukan hoax. Hingga saat ini kasus positif terus bertambah. Sebaran kasus positif Covid-19 ini hampir merata di setiap wilayah Indonesia, ini yang menyebabkan masih adanya beberapa orang yang tidak percaya akan adanya Covid-19, karena mereka tidak melihatnya sendiri di desa, perumahan, maupun di kampung mereka karena masih aman-aman saja. Identitas pasien yang terkonfirmasi positif memang tidak boleh menjadi konsumsi publik karena sudah ada UU yang mengaturnya, semua kembali pada pribadi masing-masing. Dilematis ketika masih ada sebagian masyarakat yang kurang percaya terhadap Covid-19 serta enggan memakai masker, mencuci tangan dan jaga jarak, memang berbicara mati itu  adalah sebuah takdir, tetapi Kita sebagai manusia juga perlu melakukan ikhtiar.

Saya menulis ini dengan harapan dan tujuan untuk menyadarkan kepada Kita semua bahwa sangat penting sekali kita bersatu dalam menyikapi pandemi ini. Wujud sederhana dalam mencintai tanah air adalah dengan mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan dengan menggunakan masker saat keluar rumah atau ketika sedang sakit, selalu menjaga jarak, menghindari kerumunan dan sering-sering mencucuci tangan. Dalam kondisi pandemi seperi sekarang ini, bukan hanya nyawa Kita saja yang dilindungi, tetapi Kita juga harus melindungi nyawa orang lain, istilahnya menghidupkan kehidupan.

Delapan bulan Kita bersama Covid-19, capek sudah pasti. Jauhi virusnya bukan mengucilkan orangnya, selalu disiplin dengan selalu disiplin menerapan protokol kesehatan. Tingkatkan kesalehan spiritual dan sosial di tengah mewabahnya virus ini. Siapapun bisa terkena dan terpapar. Jangan sampai Kita mengucilkan seseorang, karena perbuatan ini termasuk dzolim, justru yang kuat dan sehat membantu dan memberikan semangat.

Saya memang patuh dan disiplin terkait protokol kesehatan, baik di lingkungan keluarga dan rekan kerja atau di masyarakat. Ironisnya orang yang memiliki stigma negatif ini kadang yang sering mengabaikan prokes dan mengucilkan pasien Covid-19, bahkan tak jarang masih ada orang yang curiga dengan rumah sakit atau tenaga kesehatan hanya untuk mencari laba / keuntungan di masa pandemi ini. Kita tak berpikir ketika Kita yang terpapar, siapa yang merawat Kita? Tentu saja mereka para tenaga kesehatan. Resiko terpapar virus tenaga kesehatan lebih besar. Kecurigaan Kita saat ini rasanya tak pantas disampaikan di kala pandemi, mari berempati. Pasien Covid-19 yang keadaan-nya lumayan parah, tak berdaya sangat membutuhkan donor plasma/ terapi plasma darah, karena darah dari survivor Covid-19 ini mengandung antibodi alami untuk membantu mereka yang tak berdaya.  

Saya masih diberi kesempatan untuk bertahan, kuat melawan virus sars cov 2 ini. Ucapan syukur Alhamdulillah tak henti-hentinya Saya panjatkan kepada ALLAH SWT. Ini adalah awal kisah Saya dinyatakan positif oleh RSPC. Saya mulai tak enak badan itu tanggal 1 November 2020, saat itu Saya masih beraktifitas dan bekerja seperti biasanya. Saya tidak berpikiran bahwa itu mungkin awal imunitas Saya mulai menurun. Pada saat malam hari badan Saya sudah mulai menggigil, pegel- pegel. Malam itu juga Saya putuskan untuk tidur terpisah dengan keluarga. Keesokan harinya keluarga, anak-anak dan suami Saya suruh untuk meninggalkan Saya di rumah sendirian karena dalam pikiranku barang kali Saya sudah terpapar virus di tempat kerja yang memang ada beberapa rekan kerja yang melakukan isolasi mandiri. Di hari kedua dan ketiga kondisi badanku sudah mendingan, karena sudah merasa kondisi tubuh lebih baik, Saya menyempatkan pergi untuk mengantarkan pesenan masker dan menemui lima menit rekan kerjaku untuk menggantikan posisi kerjaan ku sementara. 

Hari keempat kondisi badan mulai tidak stabil lagi dengan gejala yang berbeda dari hari sebelumnya, tidur tak nyenyak, sesak nafas, hidung perih dan mampet, serasa  sedang flu serta merasakan ada lendir di dalam tenggorokan yang sangat banyak tetapi tidak keluar cairan seperti flu pada umumnya. Saya merasa yakin bahwa Saya positif covid-19 di hari kelima karena anosmia ku mulai terasa saat mandi pagi, awal mencium sabun cair Saya tak bisa mencium aromanya dengan baik kemudian Saya mencoba untuk mencium minyak wangi, minyak angin dan mencoba menggoreng trasi tetapi hasilnya sama Saya tidak bisa mencium aroma maupun baunya. Ketika sarapan pun lidah tidak bisa merasakan tekstur makanan, hambar semua. Malam keenam suami menyarankan membuat ramuan yt irisan bawang merah dan bawang putih untuk kemudian diletakkan dalam wadah dan diberi air hangat. Perlahan Saya coba hirup dan alhamdulillah bisa tidur dengan dibalut rasa cemas. 

Tidak hanya itu saja yang Saya rasakan, Saya merasa mual, pusing pada bagian yang dekat dengan mata. Alhamdulillah, beruntung Saya memiliki beberapa teman yang memang memegang peranan penting sebagi tim gugus tugas covid di salah satu puskesmas dan Saya pun tanpa sungkan sering bekonsultasi ke temanku yang paham dan mengerti tentang virus ini. Suami selalu memberikan dukungan dan semangat tanpa kenal lelah dan waktu, ia selalu hadir serta siaga terhadap kondisi yang  Saya rasakan dan peduli juga keluarga besarku. Saya beruntung juga mendapatkan support dari teman, rekan kerja serta pemerintah desa sampai Saya sembuh dan bangkit dari virus ini.

 

Bersambung...