Silahkan masukan running text disini | Berita berjalan terbaru | informasi mengenai website call 085741167889

Mencegah Kekerasan Seksual Terhadap Anak Melalui Pendidikan Seks

Admin

Posted on 2 years ago 1213x dibaca

Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi akhir-akhir ini, cukup menyita perhatian masyarakat. Bagaimana tidak, tindakan asusila ini banyak yang justru dilakukan oleh orang terdekat. Namun tanpa adanya pemahaman mengenai pendidikan seksual, anak akan sulit untuk melawan perlakuan menyimpang tersebut. 

Namun sayangnya mayoritas masyarakat Indonesia menganggap pendidikan seksual adalah hal yang tabu ketika dibicarakan dengan anak. Padahal seharusnya pendidikan seks sudah harus diberikan sejak usia dini. Sebab ini merupakan salah satu cara agar anak terhindar dari tindak asusila, pemerkosaan, mencegah perilaku seks bebas, kehamilan diluar nikah, aborsi, hingga penularan penyakit akibat hubungan seksual lainnya.

Pendidikan seks untuk anak umumnya merupakan kegiatan dimana orang tua atau orang yang lebih dewasa mengajarkan anak mengenai kesehatan reproduksi serta menyadarkan betapa pentingnya menjaga dan melindungi reproduksi sehingga tindakan pelecehan seksual, kekerasan seksual, pemerkosaan, seks di luar nikah maupun penyakit menular dapat dicegah sedini mungkin.

Seperti yang terjadi belakangan ini, banyak sekali kasus kekerasan seksual atau pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia selama tahun 2021. Mirisnya pada kasus kekerasan seksual ini korbannya tidak hanya pada orang dewasa saja, namun juga pada anak-anak yang bahkan ada yang masih berusia 3 tahun. Seperti yang terjadi Ponpes di Ogan Ilir, Sumatera Selatan, ada 2 pelaku yang merupakan guru. Kekerasan seksual ini dilakukan terhadap anak laki-laki juga perempuan. Jumlahnya 126  anak perempuan dan 71 anak laki-laki dengan rentang usia 3-17 tahun dengan korban paling banyak masih dalam jenjang SMP atau MTs.

Mengutip dari halaman suara.com, selama 2021 KPAI mencatat ada 859 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kasus kejahatan seksual ini berasal dari jenis anak sebagai korban pencabulan sebanyak 536 kasus, anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan 285 kasus, anak sebagai korban pencabulan sesama jenis 29 kasus dan anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan sesama jenis 9 kasus.

Pelaku dari kekerasan seksual ini juga bukan orang asing yang jauh dari korban, justru orang-orang terdekat korban, seperti orang tua, saudara, teman, tetangga, tenaga pendidik dan sebagainya. Hal ini dilatarbelakangi berbagai faktor diantaranya seperti adanya pengaruh negatif teknologi informasi, permitivitas lingkungan sosial budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak.

Selain itu kebanyakan anak usia dini mengalami pelecehan seksual itu dikarenakan mereka tidak memiliki background pendidikan seksual mengenai bagian-bagian privasi atau vital tersebut.

Untuk itu sangat penting pendidikan seks ini diajarkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan seks kepada anak dapat diajarkan mulai dari pengenalan empat bagian vital pada tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain yaitu bibir, dada, kemaluan dan pantat. Anak bisa diberitahukan bila bagian-bagian itu disentuh orang lain apalagi orang yang tidak dikenali, anak haruslah berteriak dengan kencang juga memberitahukan hal tersebut kepada orang tua. Selain itu anak juga dapat diajarkan mengenai bagaimana batasan dalam berpakaian, tentang bagian tubuh mana yang boleh dilihat orang lain seperti bagian tangan, kaki dan muka serta bagian tubuh yang tidak boleh dilihat orang lain seperti dada, kemaluan dan pantat. Kemudian memberitahukan kepada anak untuk tidak sembarangan bertelanjang di tempat umum dan siapa saja yang boleh membuka bajunya.

Pendidikan seks ini juga dapat menimbulkan rasa malu, perlindungan diri dan mawas diri pada anak, sehingga ketika pendidikan ini dilakukan sedini mungkin orang tua tidak terlalu khawatir karena tidak bisa memprediksi suatu lingkungan yang akan ditempati anak.

Ketika pendidikan seks ini tidak dibahas dan orang tua hanya marah atau mencari topik lain ketika anak bertanya mengenai hal ini, dikhawatirkan anak-anak justru semakin penasaran dan belajar dari orang yang tidak bertanggung jawab atau mencari tau sendiri melalui internet. Padahal informasi dalam internet itu sangatlah banyak. Semua orang dapat mengakses apapun baik hal positif maupun negatif.

Pemberian pendidikan seks ini harus disesuaikan pada usia anak dengan proporsi masing-masing dan bukan pembahasan yang melebihi kapasitas anak. Pada anak usia dini, usahakan untuk selalu menggunakan bahasa yang simpel dan mudah dipahami serta memberikan alasan-alasan yang masuk akal pada setiap larangan yang diberikan, sehingga mudah diingat hingga dewasa nanti.

Harapan penulis kedepannya agar orang dewasa terutama orang tua lebih peduli terhadap pendidikan seks kepada anak agar nantinya dapat mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual yang berakibat efek trauma pada anak.

Selain mencegah terjadinya kekerasan seksual pendidikan seks yang tepat juga diharapkan mampu mencegah anak menjadi predator seks dimasa depan yang dapat merugikan dirinya, korban dan juga keluarga. Sebab masa depan anak adalah tanggungjawab orang tua, orang tua tidak mampu mengontrol bagaimana lingkungan disekitar anak, namun orang tua mampu mencegah terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual terhadap anak melalui pendidikan seksual ini.

(Penulis adalah Isma Ariani, Mahasiswa Akuntansi Universitas Peradaban Bumiayu)