Silahkan masukan running text disini | Berita berjalan terbaru | informasi mengenai website call 085741167889

Menilik Kembali Hikmah Asbabun Nuzul : Merawat Ingatan di Bulan Ramadhan

Admin

Posted on 3 years ago 1187x dibaca

Nuzulul Qur’an terdiri dari kata nuzul dan Al-qur’an yang berbentuk idafah. Penggunaan kata nuzul dalam istilah nuzulul Qur’an (turunnya Al-Quran) tidaklah dapat kita pahami maknanya secara harfiah, yaitu menurunkan sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, sebab Al-Quran tidaklah berbentuk fisik atau materi. Tetapi pengertian nuzulul Qur’an yang dimaksud adalah pengertian majazi, yaitu penyampaian informasi (wahyu) kepada Nabi Muhammad SAW. dari alam gaib ke alam nyata melalui perantara malakikat Jibril AS. 

Secara bahasa, nuzulul berasal dari kata nazala yang artinya “turun, jatuh, dan hal yang menimpa”. Sedangkan secara istilah, Nuzulul Quran merupakan peristiwa turunnya wahyu Allah SWT untuk yang pertama kali kepada nabi dan rasul terakhir agama Islam, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sejatinya, surat Al Baqarah ayat 185 hanya menyebutkan bahwa wahyu Allah pertama kali turun pada bulan Ramadhan, tidak dijelaskan secara eksplisit kapan tanggal kejadiannya.

“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185).

Al-Quran diturunkan tiga kali, yaitu dari Lauh al-mahfuzh ke Baitul ‘Izzah, yang selanjutnya diturunkan secara bertahap dan sejalan dengan peristiwa tertentu, meskipun didasarkan pada sumber riwayat yang benar, namun tidaklah dapat diterima sebab turunnya wahyu dengan cara demikian termasuk dalam wilayah yang gaib, yang hanya dapat diterima berdasarkan keyakinanakan kebenaran kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya (bukan lagi pada kenyataanturunnya wahyu itu sendiri). Al-Quran hanya menegaskan bahwa ia turun secara terpisah dan berangsur-angsur.

Terdapat dua bentuk keperluan yang dibutuhkan oleh Rasulullah SAW. akan turunnya Al-Quran secara berngsur-angsur, yaitu; Pertama, untuk memantapkan dan memperteguh hati beliau, karena setiap peristiwa yang beliau alami selalu disusul dengan turunnya Al-Quran. Kedua, agar Al-Quran mudah dihafal.

Menurut Muhammad Baqir Hakim, terdapat beberapa tanda bukti kebesaran Al-Quran yang dapat kita ketahui melalui proses turunnya secara bertahap, yaitu: Pertama, Selama perjalanan dakwah Rasulullah SAW. selama dua puluh tahun lebih lamanya telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar melalui proses yang cukup berat dan cobaan yang sangat dahsyat. Bagi manusia biasa akan sangat kewalahan dan tidak akan mampu menjalaninya. Akan tetapi Al-Quran dapat mengiringi perjalanan dakwah beliau SAW. Baik dalam keadaan lemah maupun kuat, sulit maupun dalam keadaan lapang, dan dalam masa-masa memperoleh kekalahan maupun kemenangan. 

Kedua, Al-Quran diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah SAW. memberikan semangat dan membantu Rasulullah SAW. secara batiniah bagi keberlanjutan proses dakwah Rasulullah SAW. Seperti yang ditegaskan dalam surat al-furqan ayat 23 yang berbunyi,

“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al-Furqan: 32).

Ketiga, Risalah Islam mengalami berbagai keraguan, tuduhan-tuduhan, kondisi politik yang tidak menentu dan cobaan lainnya yang berasal dari kaum musyrik. Untuk menghadapi semua itu, Rasulullah SAW. memerluakan bantuan dari Al-Quran. Dan bantuan tidak akan maksimal bila Al-Quran tidak diturunkan secara berangsur-angsur, karena pada waktu itu kondisi memerlukan proses yang harus melewati tahapantahapan tertentu secara terus-menerus dan berkelanjutan.

Pernyataan yang diungkap oleh beberapa ulama di atas menyangkut hikmah penurunan Al-Quran secara bertahap mencerminkan suatu pengakuan hubungan yang nyata bahwa teks Al-Quran ternyata tidak hanya merespon kondisi penerima wahyu pertama semata, yaitu Rasul SAW. tetapi lebih dari itu realitas kultural pun masuk dalam cakupan perhatiannya. Dan antara Al-Quran dengan penerima pertama dan masyarakat sebagai objek sasarannya yang memiliki kondisi tersendiri haruslah menjadi perhatian dan tidak bisa dilepaskan dan dipisahkan begitu saja. Artinya, bahwa yang ideal adalah teks dan realitas harus berjalan seiringan. Karena alasan ini pula pemahaman tentang ilmu asbabun nuzul menjadi penting untuk dimiliki.

(Penulis adalah Yanti Suryanti, Mahasiswi Universitas Peradaban)