Admin
Posted on 3 years ago 2327x dibacaSaat ini kita sedang memasuki era disrupsi. Disrupsi berasal dari kata disruption, yaitu suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat hadirnya “masa depan” ke “masa kini”. Perubahan semacam itu membuat segala sesuatu yang semula berjalan dengan normal-normal saja dan serba teratur, tiba-tiba harus berhenti atau berubah secara mendadak akibat hadirnya sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru bisa berupa teknologi baru, proses bisnis yang baru, para pemain baru, aplikasi baru, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Era ini akan menuntut manusia untuk berubah atau punah.
Disadari atau tidak, peradaban manusia telah berangsur mengalami perubahan. Realita kehidupan manusia telah masuk era revolusi teknologi yang secara fundamental telah mengubah cara hidup manusia di semua dimensi kehidupan. Kondisi ini menggiring kita, khususnya pesantren dan santri agar segera menyesuaikan diri dalam menghadapi era revolusi industri yang penuh dengan tantangan disrupsi. Dalam menghadapi perkembangan zaman semakin pesat ini, seorang santri haruslah bisa beradaptasi dan melakukan perubahan. Santri dituntut memiliki intelektualitas yang luas, yang bisa menggabungkan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Santri generasi milenial kini mempunyai tantangan menyambut revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan digitalisasi. Salah satunya artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, yang semakin berkembang saat ini. Bukan hanya untuk industri, AI juga dikembangkan untuk mempermudah kehidupan manusia. Selain AI, terdapat teknologi lain yang menjadi penopang industri 4.0, yakni internet of things, human-machine interface, teknologi robotik, dan sensor. Teknologi tersebut menjadi tanda bahwa di era ini, aspek-aspek kehidupan akan memasuki dunia virtual, efek dari penerapannya adalah efisiensi produksi dan terjadi peningkatan produktivitas serta daya saing. Layaknya koin yang memiliki dua sisi, revolusi industri 4.0 tak hanya membawa keuntungan bagi sektor industri, tapi juga merupakan tantangan baru.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat Islam adalah menjadikan Islam relevan dalam kehidupan dunia postmodern seperti sekarang ini. Begitu pula tantangan yang dihadapi para santri. Apakah nilai-nilai Islam yang mereka pelajari di dalam pesantren memiliki peranan dan dapat menjawab tantangan serius dalam kehidupan modern? Kita sedang menghadapi tantangantantangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal tersebut membutuhkan upaya kita untuk berpikir dan bertindak. Langkah awal yang bisa kita lakukan adalah menjalani kehidupan dengan produktif. Optimalisasi peran santri menjadi penting dalam rangka menjawab tantangan kehidupan post-modern saat ini. Produktivitas merupakan salah satu inti dari optimalisasi potensi santri untuk mencapai target yang diinginkan. Hal itu karena keberadaan yang bermakna adalah kehidupan yang penuh kontribusi dan produktivitas.
Seorang santri selain dituntut untuk dapat menguasai kitab kuning, para santri milenial juga harus memiliki keterampilan (skill) yang bermanfaat di masyarakat. Selama ini, materi yang diajarkan di pondok pesantren hanya terbatas pada ilmu agama, sedangkan ketika santri kembali ke masyarakat mereka tidak hanya membutuhkan pengetahuan agama tetapi juga pengetahuan umum dan keterampilan. Untuk itu, materi pendidikan pondok pesantren harus memiliki orentasi yang berbeda dengan memberikan penambahan materi tentang keterampilan. Menurut Daulay, idealnya ada “3H” yang harus diberikan kepada para santri, yaitu: 1) head (kepala). Artinya, mengajarkan santri dengan ilmu pengetahuan; 2) heart (hati). Artinya, menanamkan pada hati santri tentang iman dan takwa; dan 3) hand (tangan). Artinya memberikan keterampilan/kemampuan santri untuk bekerja [9]. Sebagai contoh, skill tentang otomotif. Kemampuan di bidang otomotif sangat penting untuk dikuasai para santri, karena saat ini merupakan era revolusi industri 4.0 di mana kemampuan di bidang teknologi sangat dibutuhkan.
Solusi untuk menghadapi tantangan-tantangan ini adalah produktivitas santri itu sendiri. Di samping produktif secara fisik dan spiritual, santri juga harus produktif dalam berbagai bidang yang lainnya, seperti produktivitas dalam bidang teknologi informasi, literasi, dan kewirausahaan. Namun, produktivitas saja belum cukup. Di samping produktivitas santri yang perlu dioptimalkan, seorang santri juga harus menguasai dan menerapkan keterampilan abad 21 yang bermuatan 4C yakni critical thinking, creativity, collaboration, dan communication, serta HOTS (Higher Order Thinking Skill) dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan sehari-hari.
(Penulis adalah Anisa Uniikmah, Mahasiswi Teknik Informatika Universitas Peradaban)